RIROTZ
Hanya sekedar sharing-sharing

SEBUAH CERITA UNTUK BUKU TEKS PELAJARAN

23.05

“Buku adalah Jendela Dunia,

kalau tidak suka membaca buku otak kita akan beku”

 

            Kata mutiara ini selalu kita dengar dimana – dimana entah di buku bacaan, di sekolah, di perpustakaan, dll. Ketika kita sekolah pasti memiliki buku wajib sebagai acuan mata pelajaran tertentu. Buku Pelajaran biasanya berisi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di tempat tinggal kita. Dimulai dengan daftar isi untuk memperjelas bab – bab yang akan dibahas di buku, tidak lupa dengan memberikan ilustrasi gambar untuk memperjelas makna materi yang disampaikan serta daftar pustaka sebagai referensi dan menghindari copycat / plagiat.

            Kalau dipikir – pikir membuat buku pelajaran gampang – gampang susah, apalagi untuk membuat buku pelajaran di bidang tertentu harus dari ahli studinya? penulis yang profesionalkah? Atau harus Guru – guru yang menulis buku teks pelajaran? Berikut ini kami paparkan hasil wawancara dengan Guru mengenai pengalaman beliau dalam menulis buku pelajaran yang kini sudah banyak menulis di buku Sejarah, PKN, dan Sosiologi. Wah banyak sekali karya bukunya, apakah beliau orang yang sangat ahli dan pintar sehingga banyak menulis buku? Mari kita simak hasil wawancara kami dengan beliau.

            Drs. I Wayan Badrika. Msi, itulah nama penulis yang sudah menerbitkan banyak bukunya. Sekarang beliau masih aktif mengajar di SMA N 53 Jakarta Timur di bidang studi SEJARAH. Ketika kami menanyakan apa yang menjadi tertarik untuk membuat buku teks pelajaran, Pak Wayan malah mengatakan “Awalnya saya tidak pernah punya niat dan membayangkan untuk bisa menjadi penulis apalagi untuk buku teks pelajaran”. Wah Bapak Wayan bercanda nih mengatakan tidak pernah niat membuat buku pelajaran. “Awalnya saya hanya pernah membuat buku diktat yang sudah disesuaikan kurikulum oleh dosen saya” jelasnya. Buku diktat ini menjadi pegangan Pak Wayan untuk mempelajari ketika beliau masih kuliah.

            Pada tahun 1986, Pak Wayan menjadi Guru di sekolah negeri bilangan Jakarta. Pada saat itu, murid – murid di sekolahnya mengharuskan untuk membeli buku pelajaran di Jatinegara yang terbilang murah tetapi tidak juga ada yang membelinya. “Makannya saya bingung harga buku sebenarnya hanya Rp 7000,00 ditawar lagi ke Rp 4000,00 masih bisa kok”imbuhnya. Akhirnya Pak Wayan memutuskan untuk mengedit diktatnya sesuai dengan kurikulum saat itu sebanyak 50 halaman, lalu difotocopy dan diperbanyak di rayon Jakarta Timur per anak dikenakan biaya Rp 15.000,00. Pak Wayan tidak menyangka yang tadinya beliau harus memperbanyak sebanyak 450 jilid menjadi terus bertambah pesanannya menjadi 1800 jilid. “Kalau pesanannya banyak begini syukur tetapi itu semua masih saya lakukan sendiri – sendiri belum dibawa ke penerbit. Mau cetak, fotocopy, antarin buku, mengambil jatah duit semua serba sendiri”.

            Setelah proses 3 tahun lamanya (tahun 1987 - 1989), Pak Wayan membawa buku diktatnya untuk diterbitkan ke Penerbit Erlangga pada bulan Agustus tahun 1989. Ternyata Pak Wayan tidak segera dipanggil untuk dicetak dan harus sabar menunggu. Setahun kemudian pada tahun 1990, Pak Wayan baru mendapatkan panggilan dari Penerbit Erlangga bahwa bukunya segera dicetak. Dan tahun 1991 barulah bukunya resmi terbit dan dijual ke pasaran, “Memang dulu proses untuk bisa menerbitkan buku pelajaran membutuhkan waktu lama, dari proses editornya, penyuntingan naskah, dll. Itu memang yang saya tidak bayangkan akhirnya bisa menerbitkan buku pelajaran”curhatnya.

            Pak Wayan mengaku beliau bukan orang pintar dan profesional dalam menulis buku pelajaran. Tetapi kalau kita banyak baca, mencari sumber – sumber referensi, dan bisa menyusun kurikulum, membuat buku pelajaran tidak menjadi penghalang karena berpatokan dengan UU Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. “Jujur daya tangkap pemahaman saya tidak sebagus orang lain biasanya sekali atau dua kali langsung paham. Saya sampai 4 – 5 kali baru bisa paham, sekali baca belum mengerti, kedua kalinya masih belum mengerrti, ketiga kalinya sudah mulai sedikit mengerti, keempat-kelima kalinya sudah bisa paham materinya”akunya.

            Awal menyusun buku pelajaran dimulai dengan membaca kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah lalu diuraikan materinya baru kita bisa menulis Bab 1 Bab 2 Bab 3 dan seterusnya. Di dalam bab – bab tidak hanya misalkan Bab 1 habis tetapi biasanya ditambahin sub bab supaya tidak terlalu pusing membacanya dan gampang dimengerti. “Lalu ada yang lebih penting juga nih, dalam membuat buku kita harus memperhatikan kondisi pembaca bukunya”imbuhnya. Kalau sasaran untuk anak tingkat SD, panjang kalimat tidak boleh lebih dari 20 kata dan memperbanyak gambar pendukung. Untuk tingkat SMP bahasa juga diusahakan juga tidak terlalu rumit karena kawasan pengetahuan awal belum terlalu banyak tetapi kata-kata yang sulit bisa dimasukkan ke dalam Glosarium (arti jkata-kata sulit). Untuk tingkat SMA materinya dimulai dari kata – kata sederhana lalu ke kompleks guna untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik. “Dulu saya sempat ingin menulis buku untuk tingkat anak SD, tetapi saya ragu apakah tulisan saya bisa dimengerti tidak oleh anak SD? Bahasanya ketinggian tidak? Lalu saya memutuskan untuk tidak meneruskan karena sebenarnya buku untuk sasaran SD sedikit sulit hehe”kata Pak Wayan.

            “Buku Pelajaran di bidang eksak jaman sekarang ini minim definisi ya?tanyanya, kalau kita mencoba tanya segitiga itu apa? Orang – orang juga menjawabnya segitiga dalam bentuk gambar, lalu kalau kita singgung apa definisi dari segitiga? Pasti masih kesulitan untuk menjelaskan lebih detailnya. Dahulu, beliau diajarkan oleh dosen – dosennya selalu menjelaskan dengan menggunakan definisi supaya pemahaman kita baik apa yang dimaksud dengan objek tadi jadi tidak hanya sekedar tahu saja.”Dosen saya kalau menjelaskan sesuatu tidak melulu di depan papan tulis, saat menjelaskan gelombang itu apa? maka beliau mengajak peserta didik untuk belajar diluar kelas. Kita melihat air di ember apakah terjadi gelombang? Lalu kita melihat gelombang di pantai apakah terlihat? Baru kita bisa mengerti definisi gelombang adalah bla bla..”jelasnya. Itu yang bisa menjadi acuan kita dalam membuat isi materi di buku pelajaran.

            Terakhir jangan lupa untuk mencantumkan daftar pustaka untuk menunjukkan sumber referensi kita karena pasti tidak semua tulisan kita orisinil. Semua materi pasti membutuhkan sumber – sumber yang sudah ada untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita. Nah dengan mencantumkan daftar pustaka dan sumber yang relevan itu berguna tidak terjadi penyalahgunaan yang bisa dianggap plagiat atau copycat. “Kadang dalam menulis buku kita suka terpengaruh kata orang – orang bahwa yang kita tulis, pembacanya sudah tahu banyak materinya terus kita jadi tidak melanjutkan menulis. Jangan seperti itu, terus fokuskan kita menulis buku pelajaran untuk mereka yang belum punya pengetahuan”imbuhnya. Karena tekad Pak Wayan dalam menulis buku pelajaran, kini beliau sudah banyak menerbitkan Buku Sejarah tingkat SMP dan SMA tahun 1997, Buku IPS Terpadu bersama penulis – penulis lainnya tahun 2005, terakhir Buku Sosiologi tahun 2012, dan sekarang sedang proses menulis Buku PKN. Untuk usia pakai buku pelajaran, Pak Wayan menuturkan “Buku pelajaran jika sudah 3 kali pencetakan terjual, maka yang keempat kalinya kita revisi lagi terus cetak dan terbit, dan 3 kali pencetakan revisi lagi dan seterusnya sambil mengikuti perkembangan kurikulum terbaru.” Pak Wayan berpesan pada kita jika ada keinginan untuk menjadi penulis buku pelajaran tidak harus ahli di bidang studi tidak masalah asalkan kita banyak – banyak membaca buku dan mencari sumber sudah bisa menulis buku pelajaran.

            Inilah hasil wawancara kami dengan Pak Wayan, Guru Sejarah yang berpengalaman dalam membuat buku teks pelajaran. Hal ini banyak informasi yang kita simpulkan dalam menyusun buku teks pelajaran dimulai dari mengumpulkan sumber-sumber bacaan buku, membaca kurikulum untuk kita uraikan dan menulis materi – materi. Setelah materi selesai ditulis baru kita susun bagian awal (Cover, judul, daftar isi, daftar lain), dilanjutkan ke bagian isi materi (bab – bab, sub bab, dan pokok bahasan), dan terakhir bagian akhir (Lampiran, Glosarium, Kepustakaan). Bahasa yang digunakan juga kita sesuaikan dengan kondisi pembaca, sebaiknya memberikan definisi dan penjelasan dengan kata – kata sederhana ke kompleks. Dan yang paling penting memfokuskan pikiran tujuan kita menulis buku teks pelajaran untuk mereka yang belum punya pengetahuan. Sekian~

 

By : Rizki Ariyanti, Melinawati, Suci Utari

Read On 0 komentar

Mengenai Saya

Followers

Komentar ya!

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Copyright © 2010- Rizki Ariyanti
Google Pagerank Powered by  MyPagerank.Net